Kamis, 07 Februari 2013

IODOMETRI


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I

IODOMETRI



Disusun oleh
Nama                                       : LILIS WIDIAWATI
NIM                                        : 1211704038
Kelas                                       : Kimia 3/A
Tanggal praktikum                  : 05 Desember  2012

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SGD BANDUNG
2012



       I.            TUJUAN
1.      Menentukan konsentrasi natrium triosulfat beserta rata-rata dan simpangannya
2.      Menentukan konsentrasi tembaga dalam larutan dengan titrasi rediksi oksidasi

    II.            DASAR TEORI
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatularutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaandengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natriumthiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutantidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasidengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day& Underwood, 1981)
             Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e                  2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- + 2e               3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion    tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

 III.            ALAT DAN BAHAN
Alat yang di gunakan :
Bahan yang digunakan :
Ø  Buret
Ø  Erlenmeyer
Ø  Gelas ukur
Ø  Pipet volum
Ø  Pipet tetes
Ø  Pemanas
Ø  Larutan pati
Ø  HNO3 6 M
Ø  H2SO4 pekat
Ø  H2SO4 3M
Ø  H2PO4
Ø  NH3 6 M
Ø  KSCN
Ø  Na2S2O3 0,1 M




















 IV.            PROSEDUR KERJA
*Standarisasi Na2S2O4 0,1 M
Timbang 0,2 g copper foil
 



Dimasukan dalam Erlenmeyer 250 mL
Larutan Copper foil 0,2 g
 


    Larutkan dengan  10 mL HNO3 6 M
Tambahkan H2SO4 10 mL
 


      Diuapakan sampai asap putih
  + NH3 6M (warna biru gelap pertama)

      Dinginkan  ditambah 20 mL air didihkan

Cu(NH3)42+
  

       + H2SO4 3 M ( biru hilang )
+ 10 mL larutan KI
=
        + 2 mL H3PO4 pekat

       Titrasi dan Na2S2O3 sampai warna kuning dari I2 hampir hilang
+ 2-3 mL larutan pati
      
       Lakukan titrasi (biru)
  + 2 tetes KSCN

     

       Titrasi biru hilang
Hitung [Na2S2O3] dan simpangannya
  






*penentuan tembaga dalam sampel
10 mL sampel
  

       Dimasukan dalam erlenmeyer
+ 10 mL larutan KI
=
       

       Titrasi dan Na2S2O3 sampai warna kuning dari I2 hampir hilang
+ 2-3 mL larutan pati
      
       Lakukan titrasi (biru)
  + 2 tetes KSCN

     

       Titrasi biru hilang
Tentukan [Cu2] simpangan
  











    V.            HASIL PENGAMATAN
*Bentuk fisik zat

Nama Zat
Pengamatan
Cu
HNO3 6 M
H2SO4 pekat
NH3 6 M
H2SO4 3M
H3PO4
KI
Na2S2O3
Larutan Na2S2O3
Larutan KI
CuSO4
Larutan  CuSO4
Larutan amilum
Larutan KSCN
Logam berwarna kuning emas mengkilap
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Serbuk berwarna putih
Bongkahan bening
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Bongkahan berwarna biru
Bongkahan berwarna biru
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna













*Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 M
Perlakuan
pengamatan
Copper foil 0,2 g
Dilarutkan dengan HNO3 dan dipanaskan

Tambahkan H2SO4

Tambahkan 20 mL air
Tambahkan NH3
 Tambahkan H2SO4 3M
Tambahkan H3PO4 2 mL
Tambahkan KI 10%
Dititrasi dengan Na2S2O3
Tambahkan amilum
Tambahkan KSCN
Dititrasi dengan Na2S2O3
Lempeng berwarna emas mengkilap
Mula-mula sedikit larut lalu setelah dipanaskan lempeng larut sepenuhnya menjadi larutan biru jenuh

Timbul asap coklat, bau menyengat dan asap putih SO3, larutan menjadi biru toska
Larutan berwarna biru
Warna biru gelap
Warna biru hilang
Larutan menjadi panas
Larutan abu keunguan
Larutan menjadi coklat
Larutan coklat dan timbul warna kuning
Timbul larutan abu dan larutan coklat
Larutan menjadi putih susu

*Tabel penentuan sampel Cu
Perlakuan
Hasil
Sampel CuSO4 10 mL + KI
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
+ 2 mL larutan amilum
+ 2 tetes KSCN
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
Larutan warna kuning kunyit
Larutan berwarna kuning pudar
Larutan tidak berwarna biru
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
*table titrasi
Titrasi ke-
Volume awal (mL)
Volume akhir (mL)
Volume titrasi (mL)
KI
amilum
KSCN
0,70
22,70
36,60
22,70
36,60
37,80
22,00
13,90
1,20
Titrasi ke-
Volume awal (mL)
Volume akhir (mL)
Volume titrasi (mL)
1
0,70
14,20
13,50

 VI.            PERHITUNGAN
 *perhitungan pembuatan Na2S2O3 0,1 M dalam 200 mL
 M =  X
0,05 M =  X
gNa2S2O3=  3,16 gram dilarutkan dalam aquadest 200 mL
*perhitungan pembuatan HNO3 6M 200 mL
V1 . M1 = V2 . M2
VHNO3 . 12 M = 50 mL x 6 M
VHNO3 =  
           = 25 mL diencerkan dengan aquadest
Vaquadest = 50 mL – 25 mL = 25 mL
*pembuatan HN3 6M d



VII.            PEMBAHASAN
        Dalam titrasi iodometri, analit yang di pakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan iodide untuk menghasilkan I2, I2 tersebut secara kualitatif dapat di titrasi dengan larutan tiosulfat. Maka titrasi iodometri dikategorikan sebagai titrasi kembali.
        Iodide adalah reduktor lemah dan dengan mudah teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodide tidak di pakai titran karena kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator untuk iodide. Oleh karena itu, dilakukan titrasi kembali. Senyawa KI ditambahkan berlebih pada larutan oksidator kuat, sehingga terbentuk I2, I2 yang terbentuk adalah eukivalen dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan standar Na2S2O3 dengan indicator amilum. Perubahan warna dari biru tua kompleks amilum I2 sampai warna tepat hilan. Dalam menentukan Cu dalam sampel dilakukan dengan cara melarutkan sampel dengan cara melarutkan sampel dengan asam nitrat.
        3Cu(s) + 8 HNO3  3Cu(NO3)2 + 2NO + 4H2O
Nitrat yang ada dihilangkan dengan asam sulfat dan dinetralkan kembali dengan penambahan NH3 dan diasamkan dengan H3PO4 . Cu(II) yang terbentuk direaksikan secara kualitatif (berlebih) dengan kalium iodide (KI).
        Cu(NH3)42+ + 4I-         2CuI(g) + I2(aq)
Iodium yang terbentuk di titrasi dengan Na2S2O3 dan indicator amilum.
I2(aq) + 2S2O32- (aq)        2I- (aq) + S4O62-
Endapan CuI yang terbentuk dapat mengikut I2 yang akan terlepas pada titik akhir titrasi. Untuk itu, kalium thioksianat perlu ditambahkan untuk melepas I2 yang diperoleh oleh CuI.
CuI : I2 + SCN-        CuI + SCN + I2
Natrium triosulfat harus di standarisasi terlebih dahulu dengan copper foil.
        Pada saat penambahan HNO3 ini dilakukan untuk menghasilkan Cu(II), penambahan H2SO4 pekat pada saat pemanasan untuk di hilangkan oksida  nitrogennya. Pada saat ini lah di hasilkan asap SO3 yang berwarna putih. Penambahan NH3 bertujuan untuk menetralkan larutan yang di asamkan dengan H3PO4 yang berfungsi sebagai larutan asam bereaksi dengan iodida. Kemudian ditambah KI yang menghasilkan kelarutan berwarna coklat agak tua menuju kuning sampai akhir lenyap. Pada saat penambahan KI, larutan harus segera dititrasi dengan Na2S2O3 karena I2 bersifat volatin yang menghasilkan larutan berwarna ungu yang sedikit pudar. Penambahan amilum kedalam larutan berwarna ungu yang sedikit pudar. Penambahan amilum kedalam larutan, berfungsi sebagai indicator yang akan mempertegas perubahan warna.
        Pada penentuan tembaga dalam sampel, larutan Na2S2O3 bertindak sebagai titran analitnya yaitu larutan CuSO4 yang berwarna biru. Sampel yang yang berwarna biru ketika ditambahkan dengan KI, larutan menjadi coklat agak muda menuju kuning hingga lenyap menjadi keruh, kemudian di titrasi dengan Na2S2O3 menghasilkn larutan berwarna coklat kekuningan seharusnya setelah ditambahkan KI langsung di titrasi saat warna kuning larutan itu masih ada. Akan tetapi, ketika larutan kuningnya mulai hilang baru di tambahkan dengan KI. Reaksi :
2Cu2+ + 4I-              2CuI + I2
I2 + 2SO3 2-            2I- + S2O6 2-
Setelah itu barulah ditambahkan dengan indicator amilum 5% dan larutannya menjadi ungu kehitaman lalu di titrasi dengan Na2S2O3 menghasilkan larutan ungu tepat hilang dan menjadi tidak berwarna. sehar usnya pada saat I2 dengan amilum itu pada saat titrasi menghasilkan larutan berwarna biru, dengan reaksi :
I2+ + amilum           2I- + amilum
I2+ + amilum + 2S2O3 2-                 2I- + amilum + S2O6 2-
Larutan kemudian ditambah dengan KSCN menghasilkan larutan yang tak berwarna dan di titrasi dengan Na2S2O3 sehingga diperoleh titik akhir titrasinya dan larutannya tetap tidak berwarna. Seharusnya setelah dititrasi berwarna biru yang menghilang.
2Cu2+ + 2I- + 2SCN-          2CuSCN  + I2

VIII.            KESIMPULAN
        Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Pada praktikum didapat hasil standarisasi larutan  Na2S2O3 yaitu 0,105 M. pada penentuan tembaga dalam sampel yaitu 0,358 M.










Daftar Pustaka
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku       Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Khopkar, S. M. 2008.  Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Underwood, A.L, Day, R.A. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.












1 komentar: