LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I
IODOMETRI
Disusun
oleh
Nama : LILIS
WIDIAWATI
NIM : 1211704038
Kelas : Kimia 3/A
Tanggal praktikum : 05 Desember 2012
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SGD BANDUNG
2012
I.
TUJUAN
1.
Menentukan
konsentrasi natrium triosulfat beserta rata-rata dan simpangannya
2.
Menentukan
konsentrasi tembaga dalam larutan dengan titrasi rediksi oksidasi
II.
DASAR
TEORI
Metode
titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatularutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaandengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan
standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natriumthiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutantidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasidengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama (Day& Underwood, 1981)
Istilah oksidasi mengacu pada
setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan
reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses
oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron.
Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami
kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama
dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan
reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor
yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion
titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang
menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang
menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Metode
titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod
standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e
2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu
larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan
terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid
seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif
rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida
terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel
setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- +
2e
3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka,
iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh
lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV)
sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam
kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod
dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk
tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis
dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium
dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau
merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida
atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal)
kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji
sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida
(Underwood, 1986).
III.
ALAT DAN
BAHAN
Alat yang
di gunakan :
|
Bahan yang
digunakan :
|
Ø Buret
Ø Erlenmeyer
Ø Gelas ukur
Ø Pipet
volum
Ø Pipet
tetes
Ø Pemanas
|
Ø Larutan
pati
Ø HNO3
6 M
Ø H2SO4
pekat
Ø H2SO4 3M
Ø H2PO4
Ø NH3 6 M
Ø KSCN
Ø Na2S2O3
0,1 M
|
IV.
PROSEDUR
KERJA
*Standarisasi
Na2S2O4 0,1 M
Timbang 0,2 g copper foil
|
Dimasukan dalam Erlenmeyer 250 mL
Larutan Copper foil 0,2 g
|
Larutkan dengan 10 mL HNO3 6 M
Tambahkan H2SO4 10 mL
|
Diuapakan sampai asap putih
+ NH3 6M
(warna biru gelap pertama)
|
Cu(NH3)42+
|
+
H2SO4 3 M ( biru hilang )
+ 10 mL
larutan KI
=
|
Titrasi dan Na2S2O3 sampai
warna kuning dari I2 hampir hilang
+ 2-3 mL larutan pati
|
Lakukan titrasi (biru)
+ 2 tetes
KSCN
|
Titrasi biru hilang
Hitung
[Na2S2O3] dan simpangannya
|
*penentuan
tembaga dalam sampel
10 mL
sampel
|
Dimasukan dalam erlenmeyer
+ 10 mL
larutan KI
=
|
Titrasi dan Na2S2O3 sampai
warna kuning dari I2 hampir hilang
+ 2-3 mL larutan pati
|
Lakukan titrasi (biru)
+ 2 tetes
KSCN
|
Titrasi biru hilang
Tentukan
[Cu2] simpangan
|
V.
HASIL
PENGAMATAN
*Bentuk
fisik zat
Nama Zat
|
Pengamatan
|
Cu
HNO3 6 M
H2SO4 pekat
NH3 6 M
H2SO4 3M
H3PO4
KI
Na2S2O3
Larutan
Na2S2O3
Larutan KI
CuSO4
Larutan CuSO4
Larutan amilum
Larutan KSCN
|
Logam
berwarna kuning emas mengkilap
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
Serbuk
berwarna putih
Bongkahan
bening
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
Bongkahan
berwarna biru
Bongkahan
berwarna biru
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
|
*Standarisasi
larutan Na2S2O3 0,1 M
Perlakuan
|
pengamatan
|
Copper
foil 0,2 g
Dilarutkan
dengan HNO3 dan dipanaskan
Tambahkan H2SO4
Tambahkan 20 mL air
Tambahkan NH3
Tambahkan H2SO4 3M
Tambahkan H3PO4 2 mL
Tambahkan KI 10%
Dititrasi
dengan Na2S2O3
Tambahkan amilum
Tambahkan KSCN
Dititrasi dengan
Na2S2O3
|
Lempeng
berwarna emas mengkilap
Mula-mula
sedikit larut lalu setelah dipanaskan lempeng larut sepenuhnya menjadi
larutan biru jenuh
Timbul
asap coklat, bau menyengat dan asap putih SO3, larutan menjadi biru toska
Larutan
berwarna biru
Warna biru
gelap
Warna biru
hilang
Larutan
menjadi panas
Larutan
abu keunguan
Larutan
menjadi coklat
Larutan
coklat dan timbul warna kuning
Timbul
larutan abu dan larutan coklat
Larutan
menjadi putih susu
|
*Tabel
penentuan sampel Cu
Perlakuan
|
Hasil
|
Sampel
CuSO4 10 mL + KI
Larutan
dititrasi dengan Na2S2O3
+ 2 mL
larutan amilum
+ 2 tetes KSCN
Larutan
dititrasi dengan Na2S2O3
|
Larutan
warna kuning kunyit
Larutan
berwarna kuning pudar
Larutan
tidak berwarna biru
Larutan
tidak berwarna
Larutan
tidak berwarna
|
*table titrasi
Titrasi ke-
|
Volume awal (mL)
|
Volume akhir (mL)
|
Volume titrasi (mL)
|
KI
amilum
KSCN
|
0,70
22,70
36,60
|
22,70
36,60
37,80
|
22,00
13,90
1,20
|
Titrasi ke-
|
Volume awal (mL)
|
Volume akhir (mL)
|
Volume titrasi (mL)
|
1
|
0,70
|
14,20
|
13,50
|
VI.
PERHITUNGAN
*perhitungan pembuatan Na2S2O3
0,1 M dalam 200 mL
M =
X
0,05 M =
X
gNa2S2O3= 3,16 gram dilarutkan dalam aquadest 200 mL
*perhitungan
pembuatan HNO3 6M 200 mL
V1 . M1 = V2 .
M2
VHNO3
. 12 M = 50 mL x 6 M
VHNO3 =
= 25 mL diencerkan dengan aquadest
Vaquadest = 50
mL – 25 mL = 25 mL
*pembuatan HN3
6M d
VII.
PEMBAHASAN
Dalam titrasi iodometri, analit yang di
pakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan iodide untuk menghasilkan I2,
I2 tersebut secara kualitatif dapat di titrasi dengan larutan tiosulfat. Maka
titrasi iodometri dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodide adalah reduktor lemah dan dengan
mudah teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodide tidak di pakai
titran karena kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator untuk iodide. Oleh
karena itu, dilakukan titrasi kembali. Senyawa KI ditambahkan berlebih pada
larutan oksidator kuat, sehingga terbentuk I2, I2 yang terbentuk adalah
eukivalen dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan jumlah I2 ditentukan
dengan menitrasi I2 dengan standar Na2S2O3 dengan indicator amilum. Perubahan
warna dari biru tua kompleks amilum I2 sampai warna tepat hilan. Dalam
menentukan Cu dalam sampel dilakukan dengan cara melarutkan sampel dengan cara
melarutkan sampel dengan asam nitrat.
3Cu(s) + 8 HNO3
3Cu(NO3)2
+ 2NO + 4H2O
Nitrat yang
ada dihilangkan dengan asam sulfat dan dinetralkan kembali dengan penambahan
NH3 dan diasamkan dengan H3PO4 . Cu(II) yang terbentuk direaksikan secara
kualitatif (berlebih) dengan kalium iodide (KI).
Cu(NH3)42+ + 4I- 2CuI(g) + I2(aq)
Iodium yang
terbentuk di titrasi dengan Na2S2O3 dan indicator amilum.
I2(aq) +
2S2O32- (aq) 2I-
(aq) + S4O62-
Endapan CuI
yang terbentuk dapat mengikut I2 yang akan terlepas pada titik akhir titrasi.
Untuk itu, kalium thioksianat perlu ditambahkan untuk melepas I2 yang diperoleh
oleh CuI.
CuI : I2 +
SCN- CuI + SCN + I2
Natrium
triosulfat harus di standarisasi terlebih dahulu dengan copper foil.
Pada saat penambahan HNO3 ini dilakukan
untuk menghasilkan Cu(II), penambahan H2SO4 pekat pada saat pemanasan untuk di
hilangkan oksida nitrogennya. Pada saat
ini lah di hasilkan asap SO3 yang berwarna putih. Penambahan NH3 bertujuan untuk
menetralkan larutan yang di asamkan dengan H3PO4 yang berfungsi sebagai larutan
asam bereaksi dengan iodida. Kemudian ditambah KI yang menghasilkan kelarutan
berwarna coklat agak tua menuju kuning sampai akhir lenyap. Pada saat
penambahan KI, larutan harus segera dititrasi dengan Na2S2O3 karena I2 bersifat
volatin yang menghasilkan larutan berwarna ungu yang sedikit pudar. Penambahan
amilum kedalam larutan berwarna ungu yang sedikit pudar. Penambahan amilum
kedalam larutan, berfungsi sebagai indicator yang akan mempertegas perubahan
warna.
Pada penentuan tembaga dalam sampel,
larutan Na2S2O3 bertindak sebagai titran analitnya yaitu larutan CuSO4 yang
berwarna biru. Sampel yang yang berwarna biru ketika ditambahkan dengan KI,
larutan menjadi coklat agak muda menuju kuning hingga lenyap menjadi keruh,
kemudian di titrasi dengan Na2S2O3 menghasilkn larutan berwarna coklat
kekuningan seharusnya setelah ditambahkan KI langsung di titrasi saat warna
kuning larutan itu masih ada. Akan tetapi, ketika larutan kuningnya mulai
hilang baru di tambahkan dengan KI. Reaksi :
2Cu2+
+ 4I- 2CuI + I2
I2
+ 2SO3 2- 2I-
+ S2O6 2-
Setelah itu
barulah ditambahkan dengan indicator amilum 5% dan larutannya menjadi ungu
kehitaman lalu di titrasi dengan Na2S2O3 menghasilkan larutan ungu tepat hilang
dan menjadi tidak berwarna. sehar usnya pada saat I2 dengan amilum itu pada
saat titrasi menghasilkan larutan berwarna biru, dengan reaksi :
I2+
+ amilum 2I- + amilum
I2+
+ amilum + 2S2O3 2- 2I-
+ amilum + S2O6 2-
Larutan
kemudian ditambah dengan KSCN menghasilkan larutan yang tak berwarna dan di
titrasi dengan Na2S2O3 sehingga diperoleh titik akhir titrasinya dan larutannya
tetap tidak berwarna. Seharusnya setelah dititrasi berwarna biru yang
menghilang.
2Cu2+
+ 2I- + 2SCN- 2CuSCN + I2
VIII.
KESIMPULAN
Iodimetri
merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor
atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan
larutan baku berlebihan.
Pada
praktikum didapat hasil standarisasi larutan
Na2S2O3 yaitu 0,105 M. pada penentuan tembaga dalam sampel yaitu 0,358
M.
Daftar
Pustaka
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar
Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Khopkar,
S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia
Rivai, Harrizul. 1995. Asas
Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Underwood,
A.L, Day, R.A. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Jakarta.
izin copas di blog http://blog-rye.blogspot.com
BalasHapus